• Jumat, 29 Maret 2024

Wacana Penghapusan Tenaga Honorer 2023 Dapat Menyaring Pegawai Berkualitas?

BERAU, LENSAKU – Wacana penghapusan pegawai tidak tetap (PTT) tahun 2023 mendatang disebut dapat menciptakan efektifitas dan efisiensi jumlah pegawai di tubuh pemerintahan bakal bertumbuh. Dimana jumlah pegawai yang bekerja sesuai dengan apa yang dibutuhkan daerah.

Pemerintah pusat memastikan bahwa tidak ada lagi tenaga honorer di tiap instansi pemerintah pada 2023 mendatang. Ini merupakan mandat yang tertuang dalam PP 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja itu, disebutkan bahwa pegawai non-PNS di instansi pemerintahan dapat melaksanakan tugas paling lama hingga 2023 mendatang.

Menyikapi hal tersebut, Ketua Komisi I Bidang Pemerintahan DPRD Berau, Feri Kombong mengatakan, kebijakan penghapusan daerah itu menjadi peluang bagi daerah untuk menyaring pegawai pemerintahan yang sesuai dengan standar kompetensi dan kemampuannya. Kemdati menutup kemungkinan terjadinya pengurangan jumlah pegawai di setiap instansi pemerintah.

“Jadi, ada bagusnya bagi Pemkab Berau dimana mereka menjadi tidak sembarangan lagi untuk mengambil tenaga honorer. Adanya kebijakan itu bisa mengurangi beban daerah,” tuturnya, Kamis (30/6).

Menurutnya, adanya kebijakan tersebut membuat jumlah pegawai di setiap instansi pemerintahan bakal sesuai dengan kebutuhan daerah. Politisi Partai Gerindra itu juga menerangkan, sistem pemerintahan dengan mendayagunakan tenaga honorer atau pegawai tidak tetap (PTT) secara garis besar bukan dihapus. Akan tetapi, dialihkan menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Dimana status pegawai setiap instansi pemerintahan nantinya sama dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS).

“Jadi, pengalihan dari PTT ke PPPK ini bakal dikontrak tetap, artinya jangka panjang. Hak yang didapat juga sama dengan PNS. Namun, dibedakan kalau untuk PPPK itu tidak dapat dana pensiun,” jelasnya.

Menurutnya, hal itu pun bakal beriringan dengan pengalihan dan pengangkatan dari honorer ke PPPK. Feri justru berkata, diharapkan honorer di Bumi Batiwakkal dapat beralih ke PPPK yang statusnya sama dengan Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Kebijakan itu juga merupakan kontrol dari pusat, artinya daerah tetap menerima tenaga honor yang sebelumnya juga, tapi itu terpantau dan disesuaikan dengan kebutuhan, kalo di Dinas Pendidikan itu kan ada Dapodik, begitu juga Dinas Kesehatan harus ada analisa dan dinas lainnya,” imbuhnya.

Adapun dalam tes PPPK nanti, Feri berkata, didahulukan bagi tenaga honorer yang berpengalaman dan sudah mengabdi serta masih dalam matang. Termasuk dalam penentuan kuota PPPK yang tentunya perlu dilihat dari segi kebutuhannya sesuai keputusan pusat. “Kalau memang masih ada kekurangan tentu Pemkab Berau harus ajukan lagi ke pusat,” ucapnya.

Intinya, menurut Feri, penghapusan tenaga honorer tidak serta merta berpengaruh bagi pengangguran selama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau mau mendata pegawai mana saja yang berdampak dan harus diberikan ruang untuk memperjuangkan karirnya dalam seleksi PPPK.

Memang tidak menutup kemungkinan jumlah pegawai di Berau akan berkurang. Akan tetapi, menurut Feri dengan adanya aturan itu, maka efektifitas dan efisiensi jumlah pegawai di tubuh pemerintahan bakal bertumbuh. Dimana jumlah pegawai yang bekerja sesuai dengan apa yang dibutuhkan.

“Ini membuat jiwa pemerintahan layaknya model perusahaan, dimana penerimaan pegawai sesuai dengan kebutuhan setiap instansi pemerintahan, baik di pusat maupun daerah,” terangnya.

“Karena sekarang untuk penerimaan pegawai itu kan berbasis kebutuhan, kalau di Dinas Pendidikan itu ada namanya Dapodik, sedangkan di Dinkes itu namanya Analisa Kebutuhan, sehingga penerimaan itu lebih efisien dan efektif. Tidak menjadi beban daerah,” sambungnya.

Selama ini, menurut Peri, jumlah pegawai dengan status honorer di lingkup Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Berau, tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi perangkat daerah (OPD). Meskipun, menurut data dari Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan (BKPP) Berau, jumlah tersebut mencapai 5.500 pegawai pada tahun 2020.

Sehingga, kebijakan pemerintah pusat untuk meniadakan pegawai status honorer di Berau nantinya bakal mewujudkan kinerja organisasi perangkat daerah yang efektif serta sesuai dengan target dimana jumlah individu di dalamnya berkualitas bukan hanya berkuantitas.

“Selama ini tidak sesuai kebutuhan, seperti adanya modal kedekatan dengan pejabat, ada pegawai yang langsung bisa masuk. Nah, untuk ke depan tidak bisa, harus sesuai dengan kebutuhan. Apa yang dibutuhkan oleh OPD itu yang akan dipenuhi,” terangnya.

Akan tetapi, menurut anggota badan legislatif di Berau itu, khusus untuk Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan, memang masih sangat butuh pegawai. Apalagi mengingat kondisi geografis Berau yang luas dan banyak kampung terpencil membuat jumlah guru dan tenaga kesehatan harus menjadi atensi.

“Makanya yang paling utama kita perhatikan guru dan tenaga kesehatan. Ini yang kami kawal terus, jangan sampai sistem dari pusat ini malah merugikan daerah,” ucapnya.

Sehingga, tidak menutup kemungkinan pemerintah daerah harus mempertimbangkan usulan dikresi apabila kebutuhan pegawai, khususnya dua tenaga itu tidak terakomodir. Menurut Peri, kondisi tersebut menjadi peluang munculnya diskresi karena merupakan permasalahan yang konkret.

“Misalnya, sekolah dengan jumlah murid yang banyak kemudian letaknya di hulu yang notabene jauh dari pusat pemerintahan, apakah kita akan mengirim 1 guru di sana? Tentunya tidak mungkin. Ini lah yang perlu dibuat diskresi nantinya,” tegasnya.

Asisten 1 Setkab Berau Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, M. Hendratno mengatakan, di Berau sendiri dipengaruhi luas geografis dan mobilisasi pegawai yang cukup untuk memakan jarak yang jauh. Dikhawatirkan Berau bisa kekurangan pegawai. Sehingga ada kepentingan masing-masing daerah untuk membutuhkan banyak pegawai dengan status Non-PNS.

“Tetapi, kalau aturannya secara nasional berarti kami harus ikut, selama ada aturannya dari Kemenpan-RB,” imbuhnya.

Dirinya juga mengatakan, setiap daerah itu ada hak keistimewaannya masing-masing. Asalkan sesuai kebutuhan demi pembangunan dan kesejahteraan daerah. Sehingga, kebijakan ini bukan berarti pemerinrah daerah diam dan tidak dapat mengusulkan untuk tetap mempertahankan status pegawai tidak tetap (PTT). Namun, untuk tetap mempertahankan status pegawai itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.

“Kalau pun mau kami pertahankan, tentunya kami harus lakukan konsoslidasi atau rekonsiliasi dengan Pemerintah Pusat, jadi tidak serta merta kami ambil kebijakan, nanti bisa kena sanksi,” ucapnya.

“Akan tetapi, apabila sesuai kebutuhan daerah, kami bakal lakukan usulan sinkronisasi karena mempertahankan bukan berarti ngotot harus berlaku karena ada aturannya, harus koordinasi dulu dengan Pusat sesuai kebutuhan. Salah satunya nanti melalui diskresi,” sambungnya.

Sesuai Pasal 1 angka 9 UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, bahwa diskresi adalah keputusan dan/atau tindakan yabg diambil oleh pejabat pemerintahan untuk menyelesaikan masalah konkret yang dihadapi dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan opsi, tidak mengatur, tidak jelas, tidak lengkap, baik dengan atau tanpa stagnansi dari pemerintah.

“Prosesnya usulan itu nanti bakal dirapatkan lebih lanjut oleh pemerintah daerah. Demikian juga dalam penentuan kebijakan, yang nantinya dari Asisten 3 Setkab Berau Bidang Administrasi Umum diteruskan kepada sekretaris daerah, lalu kepada bupati dan wakil bupati,” pungkasnya. (*/CTN)

Read Previous

Pemkab Berau Lepas 21 Atlet PESONAS Ke Semarang

Read Next

Cegah Stunting, Camat Tanjung Palas Utara Ajak Masyarakat Terapkan PHBS

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Most Popular