NUNUKAN – Kemunculan beberapa Dermaga danTerminal Khusus (Tersus) yang dibangun perusahaan Swasta di Nunukan dan Sebatik menjadi sorotan tajam publik, termasuk beberapa lembaga terkait dan DPRD Nunukan.
Sorotan jadi ramai sebab dari beberapa kawasan Tersus yang dibangun swasta tercatat hanya dua perusahaan yang disebut mengantongi Izin pembangunan dan Operasional dari Kementerian Kelautan dan Kementerian Perhubungan RI.
Dugaan kongkalikong oknum aparat terkait dan pengusaha menjadi bahan perbincangan masyarakat Sebatik dan Nunukan beberapa waktu belakang ini.
Sejatinya Tersus merupakan sarana untuk memutar ekonomi masyarakat disektor jasa bongkar muat kapal, baik berupa bahan material pembangunan proyek infrastruktr maupun beragam produksi hasil bumi seperti rumput laut tak terkecuali hasil perkebunan kelapa sawit di Nunukan maupun di pulau Sebatik yang dimiliki pengusaha lokal selama ini.
Sayangnya dari puluhan Dermaga dan Tersus yang ada, tercatat hanya dua perusahaan yang dianggap mengantongi izin resmi dari lembaga Kementerian terkait, yakni Kelautan dan Perhubungan.
Sisanya semua perusahaan yang membangun Terminal khusus tersebut diduga bodong sebab tidak memiliki izin resmi sesuai undang undang yang berlaku.
Kepala Kantor Kesyahbandaran Otorita Pelabuhan atau KSOP Nunukan, Muhammad Kosasih mengatakan pihaknya tegas menegakkan aturan yang berlaku dengan tidak memberikan toleransi sedikitpun terhadap perusahaan yang membangun fasilitas dermaga dan pelabuhan khusus tanpa mengantongi izin dari Kemeterian Kelautan dan Perhubungan RI.
“Jika pun selama ini terdapat aktifitas pembangunan dan bongkar muat di Dermaga dan Tersus diwilaya Nunukan dan Sebatik sebelum izin dikeluarkan oleh pihak berwenang tak lantas membenarkan situasi operasional perusahaan,”ujar Ahmad Kosasi
Kepala Kantor KSOP Nunukan ini beralasan Pembaran operasional Perusahaan Tersus tanpa Izin resmi akan menimbulkan berbagai kontroversi yang mengundang celah pelanggaran hukum. “Selain itu sifatnya pun lebih mengarah kepada kebijakan pemerintah daerah dan lokal dengan status sementara atas alasan kebutuhan masyarakat yang mendesak,”tambahnya.
Meski demikian pengawasan dan sosialisasi ketat KSOP Nunukan terhaap pelaku usaha tetap dijalankan termasuk melakukan kordinasi khusus dengan aparat penegak hukum yakni Kepolisian maupun Kejaksaan. Dalam kondisi ini KSOP sebagai salah satu penegak ketertiban izin dan administrasi Keplabuhanan berada dalam situasi dilematis yakni satu sisi tegas dengan aturan namun sisi lain desakan dan kebutuhan mobilisasi bongkar muat dermaga juga dianggap penting.
Tak dapat dipungkiri terminal khusus bongkar muat untuk wilayah Nunukan dan Sebatik tumbuh subur seiring berkembangnya produksi rumput laut, kelapa sawit dan kebutuhan material pembangunan. Situasi ini menjadi peluang bagi pengusaha untuk bersaing membangun dermaga dan Terminal khusus bongkar muat kapal.
Sayangnya peluang kompetisi bisnis itu tidak berbanding lurus dengan pemenuhan syarat dan standar lokasi pembangunan dermaga dan terminal khusus.
Pasalnya selain memakan waktu lama dalam pengurusan perizinan, juga biaya yang harus dikeluarkan untuk sebuah izin membangun dan operional Tarsus sangat mahal, Selain itu kerap terdapat lokasi pembangunan yang tidak memenuhi standar persyaratan dari sisi lingkungan dan titik pembangunan Tersus itu sendiri.
Akibatnya kondisi inilah yang menyebabkan pengusaha susah mendapatkan perizinan dengan proses panjang yang berliku.
Realitasnya justru berbagai kendala ini pulalah yang memaksa pengusaha tetap nekat membangun sarana dermaga dan Tersus tanpa mengantongi izin resmi dari lembaga Kementerian terkait.
Akhirnya dari 7 dermaga dan tarsus yang terbangun di Pulau Sebatik dan Nunukan, tercatat hanya dua perusahaan yang telah dianggap benar-benar mengatongi izin resmi di dua wilayah tersebut, yakni dermaga dan tarsus milik perusahaan PT Sebatik Bintang Utama di jalan Usman Harun Sungai Pancang Sebatik Utara milik Nuwardi Pakki atau H Momo dan PT Bumi Sarana Perbatasan di desa Tanjung Batu Nunukan Barat milik H Suardi.
Sedangkan 5 perusahaan serupa di sungai Sianak dan perbatasan bambangan kabarnya baru dalam tahap pengurusan persyaatan dan administrasi perizinan di lembaga terkait namun sudah berani menggerakkan pembangunan sarana dermaga dan Tarsus yang ini ril melanggar ketentuan undang-undang Kedermagaan dan terminal bongkar muata kapal.
Bahkan menurut warga sekitar pembangunan terdapat perusahaan yang nekat mulai melakukan aktifitas bongkar muat kapal sebelum izin mereka diterbitkan.
Kondisi inilah yang membuat Ketua Komisi I DPRD Nunukan DR Andi Mulyono SH, M.Hum bersuara lantang meminta aparat kepolisian dan KSOP Nunkan serta UPP Sebatik untuk menghentikan seluruh kegiatan pembangunan dan bogkar muat sebelum mengantongi perizinan.
Alasannya pembiaran lembaga terkait perusahaan berparaktek secara illegal akan berpotensi merugikan keuangan negara dari sisi retribus dan pembayaran pajak. “Pembiaran operasi perusahaan tarsus tanpa Perizinan berpotensi merusak lingkungan dan ketertiban masyarakat sebab tanpa melalui kajian Amdal UPL dan UKL sebagai salah satu persyaratan utama sebuah proyek jasa Kepelabuhanan atau Dermaga,”ujar Andi Mulyono.
Senada dengan itu salah satu pimpinan Ombusman RI Kaltara, Maria Ulfa juga mengingatkan praktek illegal tersebut akan berkonsekwensi pelanggaran hukum berat, merusak lingkungan dan kacaunya administrasi negara.
Maria Ulfa mengatakan dalam situasi kacau seperti itu pemerintah seharusnya segera hadir tampil terdepan untuk menertibkan praktek kegiatan dermaga dan tarsus yang illegal. “Kondisi ini menjadi preseden buruk bagi kemajuan daerah Sebatik khusunya yang kini sedang diperjuangkan menjadi salah satu Daerah Otonomi Baru atau DOB,”kata Maria Ulfa.
Maria Ulfa mengatakan akan melakukan kajian terhadap venomena ganjil itu untuk ditelusuri dimana kelemahan sehingga terjadi kesimpan siuran Dermaga dan Tersus di Nunukan dan Sebatik.
Sekedar catatan menurut kepala Desa Liang Bunyu,Kecamatan Sebatik barat, Mansur mengatakan diwilayah administrasi desanya terdapat sekitar 7 pembangunan dermaga dan terminal khusu oleh prusahaan swasta. 7 titik pembagunan tarsus tersebut bervariasi ada yang sedang membangun fasilitas dan terdapat pula yang sudah melakukan aktifitas bongkar muat kapal.
Dari sisi kemajuan dan kesejahteraan Kepala desa ini berharap perusahaan pengelola Tersus tersebut berjalan eksis karena membuat perputaran ekonomi masyarakat yang maju. Namun sisi lain Kades Liang Bunyu ini berharap agar para jasa pengusaha Kepelabuhanan tersebut memiliki izin operasional yang diakui negara dan undang undang.
“Kita tidak berharap keeradaan tarsus sebagai pemutar roda ekonomi masyarakat menimbulkan kerawanan dan kekacauan ketertiban masyarakat dikemudia hari,”kata Mansyur. (rdk)


