Lensaku.ID – Anggota DPR RI Daerah Pemilihan Kalimantan Utara (Kaltara) Deddy Sitorus, menyesalkan insiden penangkapan warga Kabupaten Nunukan oleh pihak penjaga perbatasan Malaysia. Kejadian itu terjadi di lepas pantai antara Sungai Ular dengan Kabupaten Nunukan, Rabu (10/2/2021) malam.
Deddy menjelaskan kronologi peristiwa penangkapan berdasarkan informasi yang dia dapatkan dari warga saksi di lapangan sekitar pukul 23.30. Saat ini, warga negara Indonesia itu ditahan di Tawau, Sabah, Malaysia.
“Ada warga Indonesia ditahan militer penjaga perbatasan negeri Jiran tersebut,” kata Deddy.
Deddy Sitorus menjelaskan, seorang warga bernama Hendri, Warga Sei Ular, Nunukan, melihat kejadian penangkapan sebuah speed boat penumpang, sekitar pukul 21.30 WITA dengan dugaan melanggar batas wilayah perairan Indonesia-Malaysia di sekitar perairan Sei Ular, Desa Sekadun Taka, Kecamatan Sei Menggaris, Kabupaten Nunukan. Peristiwa itu terjadi sekitar 10 menit setelah meninggalkan dermaga Sei Ular.
Politikus PDI Perjuangan itu melanjutkan, berdasarkan keterangan para saksi, ada tujuh laki-laki dan seorang perempuan warga Indonesia yang menjadi penumpang speed boat yang ditahan pihak Police Marine Di Raja Malaysia. Dari delapan orang yang ditahan, di antaranya diketahui identitasnya, yaitu Darboy, Bakumpul, Bajit, Manggali, Serdi, dan Evi, serta motoris bernama Rahman.
“Tiga orang di antara penumpang itu adalah sebuah keluarga yang sedang menuju Nunukan untuk keperluan pengobatan,” ungkap Deddy Sitorus.
Sementara sisanya, lanjut Deddy, adalah rombongan Dewan Masyarakat Adat Agabag yang dipimpin oleh Bakumpu, Ketua Adat Besar Agabag. Rombongan itu dalam perjalanan untuk hearing dengan DPRD Kabupaten Nunukan terkait konflik lahan dengan pihak perkebunan swasta di wilayah Sebuku.
Menurut informasi yang diterima Deddy, pihak pengawal perbatasan Indonesia yang terdiri dari Satgas Kostrad, Unit Intel Kodim, Intel Lanal dan Posal Tinabasan langsung mengupayakan pencarian setelah mendapatkan laporan dari warga sekitar pukul 23.10 WITA dan berupaya berkordinasi dengan pihak berwenang Malaysia.
Deddy mengaku, dirinya mendapat informasi bahwa ketujuh warga yang ditahan telah dibawa pihak berwenang ke Tawau dan kabarnya akan dipulangkan hari Kamis.
“Akan tetapi hingga pagi tadi belum ada kejelasan dan kabar terakhir yang diterima bahwa pihak berwenang Indonesia sedang melakukan proses negosiasi dengan aparat Malaysia,” sambungnya.
“Kami tentunya sangat menyesali tindakan Police Marine Malaysia yang terkesan ‘over acting’ dalam menghadapi masalah perbatasan laut. Sikap ‘over acting’ dan mengabaikan kondisi kemanusiaan tidak bisa diterima dalam tata pergaulan dunia yang beradab,” ujar Deddy.
Deddy juga menuturkan, perbatasan perairan Indonesia-Malaysia di wilayah itu sangat sumir apalagi saat malam hari. Kedua negara berbagi batas wilayah yang sangat sempit dan sangat mungkin serta sering terjadi, bukan karena kesengajaan tetapi karena tidak adanya peralatan navigasi dan pencahayaan yang memadai.
“Saya sering melewati jalur itu, memang sangat berisiko saat gelap dan air pasang karena motoris bisa kehilangan arah tanpa disengaja,” ungkap Deddy.
Dijelaskan Deddy, speed boat yang ditangkap itu sedang dalam perjalanan dari Sei Ular menuju ibu kota Kabupaten Nunukan, jadi haluan speed boat itu mengarah ke perairan Indonesia, bukan menuju perairan Malaysia. Kalaupun mereka memasuki wilayah laut Malaysia, sudah pasti tidak disengaja.
“Sebab para penumpang itu memiliki tujuan yang jelas dan tidak berniat memasuki wilayah Malaysia atau melakukan aktivitas di wilayah hukum negara jiran itu,” katanya.
“Seharusnya setelah diperiksa dan dikonfirmasi dengan pihak berwenang Malaysia, warga itu seharusnya dilepaskan untuk melanjutkan perjalanan. Bukan malah ditangkap dan dibawa jauh ke daratan,” tambahnya.
Oleh karena itu, Deddy berharap agar para penumpang tersebut segera dipulangkan. Ada keluarga yang sedang membutuhkan perawatan medis di situ, kata Deddy.
“Bahkan salah satu warga yang ditangkap atas nama Darboy, adalah Tenaga Ahli saya untuk wilayah Kabudaya, Kabupaten Nunukan,” ujar anggota Komisi VI DPR RI tersebut.
Sisanya adalah Ketua Adat Besar Agabag yang akan melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan DPRD Nunukan.
“Saya mohon dengan sangat agar Pihak Berwenang Malaysia mempertimbangkan aspek kemanusiaan dalam kasus ini. Saya berharap agar mereka semua segera dipulangkan,” kata Deddy.
Dia juga menyampaikan terima kasih kepada aparat keamanan di perbatasan yang sangat tanggap dan peduli dalam masalah ini, melakukan pencarian hingga tengah malam dan segera berkordinasi dengan pihak Malaysia.
“Tetapi saya juga berharap agar pihak Kedutaan dan Konsulat Jendral di Tawau terus mendampingi kasus ini. Saya mendengar bahwa motoris akan dihadapkan ke meja hukum, padahal dia yang dipukul aparat keamanan. Harus ada pendampingan hukum oleh negara terhadap motoris itu,” pinta Deddy.
Ke depan, kedua belah pihak harus mencari cara untuk menghindarkan kejadian yang sama terulang di masa depan. Harus ada SOP komunikasi dan mitigasi yang jelas sebab kondisi daerah itu memang sangat rawan untuk pelanggaran batas.
Tidak ada speed boat kita yang memiliki alat navigasi dan pencahayaan yang memadai untuk beroperasi di laut saat malam hari. Harusnya jika tidak ada intensi dan potensi pelanggaran hukum, pihak berwenang Malaysia dapat berkordinasi dengan pihak Indonesia di lapangan.
“Bagaimana jika ada di antara penumpang itu yang memiliki penyakit kronis dan akhirnya meninggal dunia, tentu akan menyebabkan konflik terbuka dan insiden yang tidak perlu,” katanya.
“Kita ini negara jiran, serumpun dan berbagi tanah dan air dengan garis batas yang tidak kasat mata bagi warga yang tidak terlatih dan minim peralatan. Harusnya bisa diselesaikan dilapangan,” pungkasnya.