• Sabtu, 7 Desember 2024

Lampu Air Garam Solusi Darurat di Lokasi Gempa Sulbar

Lensaku.ID – Gempa Bumi yang berguncang Jumat (15/1/2021) dinihari itu di Mamuju Sulawesi Barat, mengakibatkan aliran listrik putus. Malam Sabtu (16/1/2021) pun menjadi gelap gulita, kecuali lampu penerangan darurat, seperti lampu air garam yang tampak sebagai titik-titik sinar redup dari kejauhan.

Kehadiran Kepala BNPB, Letjen TNI Doni Monardo ke lokasi musibah, membawa secercah cahaya terang. Tak kurang dari seratus (100) unit “lampu air garam” menerangi lokasi pengungsian di sekitar rumah dinas Gubernur Sulawesi Barat.

Letak rumah jabatan gubernur yang berada di dataran tinggi, membuat masyarakat berbondong-bondong mengungsi ke kawasan sekitarnya. Selain dirasa aman dari kemungkinan celaka akibat gempa susulan, juga dirasa jauh dari jangkauan tsunami, seandainya pun terjadi.

Jumat (15/1/2021) malam kondisi kota Mamuju gelap, karena memang masih mati lampu. Beruntung, Kepala BNPB membawa lampu air garam. Lampu lampu itu ikut terbang bersama pesawat Hercules TNI AU, Jumat (15/1/2021) siang.

Lampu-lampu ini benar-benar terobosan. Ide brilian anak bangsa yang kemudian cepat disambar oleh Kepala BNPB, karena sangat cocok untuk daerah yang tertimpa bencana seperti di Mamuju ini.

Apa dan bagaimana lampu air garam itu? Sarwani yang paham. Dialah yang secara gamblang menjelaskan hal-ihwal air garam bisa menyalakan lampu LED.

Tak sulit mendapat informasi dari pria kelahiran Purworejo 1987 itu. Muhammad Sarwani, ST sudah sejak 2012 menggeluti hal-ihwal reduksi oksidasi (redoks). Padahal, ia sendiri jebolan Fakultas Teknik Mesin, Universitas Pamulang, Tangerang Selatan, Provinsi Banten.

Berkat ketekunannya mengutak-atik energi alternatif dari air garam itu, kini ia sudah berhasil menggapai mimpinya. Menghadirkan cahaya di lokasi bencana. Menghadirkan cahaya melalui cara yang sangat sederhana: Air garam, atau garam dapur yang dilarutkan ke dalam air.

Usaha melahirkan inovasi ini dirintis sejak 2012. Setelah melalui serangkaian uji coba dan pengetesan selama empat tahun, maka 2016, produk tersebut pun siap diproduksi massal. Ia pun tak mematenkan karyanya ke Kementerian Kumham.

“Lampu air garam HEI tipe SWL 01 sudah dipatenkan juga. Total kami sudah mengantongi tiga sertifikat HKI dari Kumham,” ujar Sarwani, dari PT HEI (Hafi Energi Indonesia), produsen lampu yang disebut Sarwani sebagai Piranti Listrik Tenaga Air Garam (PLTAG).

Pengoperasian “lampu ajaib” ini cukup mudah. Dalam satu packing, terdapat satu lampu, botol pencampur air garam dan air ukuran 125 cc. “Hanya perlu air bersih dan garam. Garam apa saja,” katanya seraya menambahkan.

“Tak ada garam, air laut pun bisa. Makanya, lampu ini juga sangat cocok dipakai para nelayan,” jelas dia.

Dalam setiap kemasan, terdapat petunjuk cara penggunaaan, sangat detail dan menggunakan bahasa Indonesia. Bahkan disertai gambar/ilustrasi. Bayangkan, hanya dengan mencampur air bersih dan sesendok garam, lampu ini mampu menyala hingga 12 jam dalam kekuatan sinar LED 1,6 watt atau setara terangnya bohlam 25 watt.

Ketika ditanya bagaimana cara kerja lampu ini? Anda yang “orang kimia” akan mudah paham. Anda yang belajar electricity tentu lebih cepat memahami. Ini adalah soal katoda dan anoda. “Sebenarnya dari SMP kita sudah belajar tentang katoda dan anoda,” ujar Sarwani.

Sarwani pun menjelaskan, bahwa elektroda yang menerima elektron dari sumber arus listrik luar disebut katoda. Sedangkan elektroda yang mengalirkan elektron kembali ke sumber arus listrik luar disebut anoda. Katoda adalah tempat terjadinya reaksi reduksi yang elektrodanya negatif (-). Sementara anoda adalah tempat terjadinya reaksi oksidasi yang elektrodanya positif (+).

Jika kita tengok lampu ini pun memiliki prinsip yang sama. Air laut atau garam sebagai elektrolit. Ketika masuk ke dalam tabung modul, terjadi reaksi kimia yang menghasilkan ion-ion energi listrik. Dan ion-ion itu pula yang dimanfaatkan untuk menyalalakan LED.

Bukan hanya memberi cahaya di tengah kegelapan. Lampu air garam juga bisa dimanfaatkan sebagai charger ponsel Anda. “Tapi tidak bisa digunakan bersamaan. Jadi, kalau sedang dipakai untuk menyalakan lampu, maka fungsi charger off. Sebaliknya kalau sedang digunakan sebagai charger, maka lampu LED tidak bisa dinyalakan,” kata Sarwani.

Ketika didesak mengapa tidak bisa difungsikan bersamaan? Tangkas Sarwani menukas, “Karena kebutuhan voltasenya berbeda. Untuk lampu, 3 volt, sedangkan untuk charger selular, 5 volt,” jelas dia.

Apa pun, lampu air garam produksi HEI ini benar-benar membantu warga yang mengungsi. Di saat PLN belum mengalirkan listrik, kehadiran lampu air garam benar-benar menjadi penerang. Solusi di tengah kegelapan.

“Sebelumnya, kami juga sudah memperkenalkan lampu ini di lokasi pengungsi erupsi Gunung Merapi, di Yogyakarta. Akhir tahun lalu, kami juga mengirim lampu-lampu ini ke lokasi pengungsi banjir bandang di Aceh,” katanya.

Sarwani berterima kasih, jika kemudian karyanya diapresiasi BNPB. Suatu ketika di awal 2020, Sarwani bersua dengan Jarwansah Direktur Darurat BNPB. Jarwansah kemudian melaporkan perihal lampu garam ini ke Dody Ruswandi Deputy Darurat dan Kepala BNPB Letjen Doni Monardo.

“Rupanya ada keselarasan antara produk yang kami hasilkan dengan karakter negeri kita yang rawan bencana. Rawan bencana berulang. Lampu ini sangat cocok di situasi darurat bencana. Tahun 2020 kami sudah diminta BNPB untuk memproduksi massal lampu air garam ini untuk kebutuhan darurat di lokasi-lokasi bencana,” ujar Sarwani.

(*) Catatan Egy Massadiah dari Lokasi Gempa Mamuju (Foto dok. BNPB).

Read Previous

Alokasi APBN 2021 di Kaltara Sebesar Rp 11,49 Triliun

Read Next

Wali Kota Tarakan Tinjau Lokasi Pemakaman Jenazah Covid-19

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Most Popular

error: Konten dikunci!