BERAU, LENSAKU – Petani kelapa sawit di Kecamatan Segah, Kabupaten Berau mengantre untuk menjual hasil panennya. Diakui Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Berau, Lita Handini pihaknya telah menerima laporan terkait antrean itu.
Saat dikonfirmasi, Lita mengatakan, kondisi terjadi lantaran sedikitnya pabrik yang memberikan harga tinggi pembelian Tandan Buah Segar (TBS) kepada petani, maka dari itu banyak petani yang menjual TBS ke pabrik tersebut.
“Mayoritas saat ini, pabrik membeli di harga Rp 2.700 per kilogramnya, dan sedikit yang membeli diatas harga Rp 3.100 per kilogramnya,“ terangnya, Kamis (12/5).
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 1 tahun 2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Perkebunan, perusahaan wajib membeli TBS dengan harga yang telah ditentukan oleh pemerintah provinsi kepada petani mitra. Teruntuk petani mandiri, tidak ada batasan mengenai minimal harga dari pabrik.
“Kita mengimbau perusahaan agar dapat membeli TBS milik petani mandiri tidak jauh dari harga yang sudah ditentukan,“
Dinilai Lita, dampak dari pelarangan ekspor Crued Palm Oil (CPO) yang sudah ditetapkan pemerintah pusat secara perlahan akan berdampak kepada perekonomian masyarakat di Kabupaten Berau. Beberapa panrik yang ada, tidak bisa membeli TBS dengan harga yang ditetapkan pemerintah, sebab CPO sulit untuk dipasarkan, ditambah dengan harga jual yang menurun.
“Sehingga dampak dari hal itu ada beberapa perusahaan yang memberikan batasan produksi bahkan sampai menghentikan pembelian TBS,“ tuturnya.
Sebagaimana diketahui, pabrik pengolahan kelapa sawit tentunya memiliki kapasitas yang terbatas. Pada saat kapasitasnya telah terpenuhi, maka secara langsung tidak dapat menyerap TBS secara terus menerus. Kalau pabrik berhenti otomatis sawit masyarakat tidak akan tertampung. Dirinya meminta kepada petani agar memaklumi apabila nantinya pabrik tidak dapat menyerap TBS.
“Sebelumnya mereka memiliki kontrak dengan negara luar untuk ekspor, tetapi karena dilarang, mereka hanya dapat menjualnya di dalam negeri. Di dalam negeri sendiri tidak memungkinkan seluruh pabrik dapat menampung CPO nya, karena konsumsi kita sendiri sebenarnya surplus,“ tutupnya. (Dez)