• Kamis, 21 November 2024

Seharusnya PDI Perjuangan Menilai Jokowi dari Sisi “Indonesia Soekarno”

JAKARTA, LENSAKU – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) hendaknya menilai Jokowi dari kaca “Indonesia Soekarno” yaitu sebagaimana puisi yang ditulis Soekarno yang berjudul “Aku Melihat Indonesia.”

Dalam puisi itu, Soekarno tidak melihat warna politik, tidak membeda-bedakan anak bangsa dari sisi mendukung siapa untuk menjadi pemimpin/Presiden. Bahkan tak membedakan partai politik.

“Maka seharusnya juga PDI Perjuangan melihat/menilai/memperlakukan Jokowi sebagai Presiden (Kepala Negara), tanpa embel-embel partai mana yang sekarang didukung Jokowi,” kata Immanuel Ebenezer, Ketua Umum Prabowo Mania, dalam siaran pers, di Jakarta, Sabtu (18 Mei 2024).

Tokoh Relawan yang dikenal sebagai Noel, mengatakan, dalam sebuah perhelatan yang dilaksanalan partai sekaliber PDI Perjuangan, sudah sepantasnya tak lepas dari protokoler kenegaraan. Maka sudah selayaknya mengundang Kepala Negara, tanpa membeda-bedakan dari mana asal partai Kepala Negara.

Noel merasa perlu menanggapi penilaian pengamat dari Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, bahwa tidak diundangnya Jokowi dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDI Perjuangan akhir bulan Mei 2024 ini, merupakan pertanda bahwa hubungan antara Jokowi dengan PDI Perjuangan, sudah berakhir.

“Menurut saya, yang namanya hubungan, ada naik-turun, ada pasang-surut. Jadi kondisi pada rentang waktu tertentu, tak bisa dijadikan kesimpulan untuk selamanya. Terlalu dini menyimpulkan bagaimana hubungan mereka ke depan. Kita tentu berharap akhirnya menjadi baik lagi,” tandas Noel.

Noel yakin, hubungan PDI Perjuangan dengan Jokowi, seperti hubungan anak dan orangtua, pada akhirnya akan baik lagi. Bahwasanya ada naik-turun, itu sesuatu yang lumrah dalam hubungan antarmanusia. Namun Noel yakin, cinta kepada bangsa dan negara akan menjadi faktor yang menyuburkan perbaikan hubungan mereka.

Kembali kepada puisi karya Soekarno “Aku Melihat Indonesia,” menurut Noel, Sang Proklamator menyatakan cintanya secara keseluruhan. Bung Karno tidak terjebak dalam warna politik tertentu, tetapi mencintai Indonesia dengan segala rupa isinya. Di mana perbedaan paham dan warna politik, menjadi kekayaan bangsa, bukan pemecah bangsa.

Dalam situasi perekonomian dunia yang sedang tidak baik seperti sekarang ini, seharusnya semua elemen bangsa bersatu-padu membangun bangsa agar mampu melewati krisis dunia. Banyak bangsa yang secara ekonomi sudah tumbang dan menjadi “pasien” Dana Moneter Internasional (IMF). Perlu kebersamaan agar Indonesia jangan sampai menjadi pasien IMF.

Maka Noel meminta para petinggi PDI Perjuangan menggunakan puisi Soekarno “Aku Melihat Indonesia,” menjadi pijakan utama menilai Jokowi dan Pileg-Pilpres 2024. Apa yang sudah terjadi serta hasil yang sudah dicapai menjadi kekayaan bangsa.

Saatnya melupakan perbedaan, tetapi bersama-sama menyatukan potensi membangun perekonomian. Bila konsentrasi membangun perekonomian sampai terganggu, bisa-bisa Indonesia menjadi “pasien” IMF.

“Aku bukan lagi melihat mata manusia, Aku melihat Indonesia,” pungkas Noel dengan mengutip bait terakhir puisi Proklamator Soekarno.

***

 

”Aku Melihat Indonesia “

(Karya: Soekarno)

Jikalau aku berdiri di pantai Ngliyep
Aku mendengar Lautan Hindia bergelora
membanting di pantai Ngliyep itu
Aku mendengar lagu, sajak Indonesia

Jikalau aku melihat
sawah-sawah yang menguning-menghijau
Aku tidak melihat lagi
batang-batang padi yang menguning menghijau
Aku melihat Indonesia

Jikalau aku melihat gunung-gunung
Gunung Merapi, Gunung Semeru, Gunung Merbabu
Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Kelebet
dan gunung-gunung yang lain
Aku melihat Indonesia

Jikalau aku mendengarkan
Lagu-lagu yang merdu dari Batak
bukan lagi lagu Batak yang kudengarkan

Aku mendengarkan Indonesia

Jikalau aku mendengarkan Pangkur Palaran
bukan lagi Pangkur Palaran yang kudengarkan
Aku mendengar Indonesia

Jikalau aku mendengarkan lagu Olesio dari Maluku
bukan lagi aku mendengarkan lagu Olesio
Aku mendengar Indonesia

Jikalau aku mendengarkan burung Perkutut
menyanyi di pohon ditiup angin yang sepoi-sepoi
bukan lagi aku mendengarkan burung Perkutut
Aku mendengarkan Indonesia

Jikalau aku menghirup udara ini
Aku tidak lagi menghirup udara
Aku menghirup Indonesia

Jikalau aku melihat wajah anak-anak
di desa-desa dengan mata yang bersinar-sinar

“Pak Merdeka; Pak Merdeka; Pak Merdeka!”

Aku bukan lagi melihat mata manusia
Aku melihat Indonesia

Read Previous

Komisi II Minta Pemkab Gunakan Dividen Bangun Infrastruktur dan Kebutuhan Mendesak Warga

Read Next

Manfaatkan Pangan Lokal, Dukung Investasi di Bulungan

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Most Popular

error: Konten dikunci!