• Senin, 31 Maret 2025

PW IPNU Kaltara Pertanyakan Regulasi dan Konsep Pembangunan Pesantren Jati Diri Bangsa di Kaltara

TANJUNG SELOR – Pembangunan Pesantren Jati Diri Bangsa di Tanjung Palas (Bulungan) dan Desa Gunawan (Tana Tidung), Kalimantan Utara, yang mengusung konsep pendidikan bela negara dengan menerima santri multireligi, menuai sorotan.

Ketua PW IPNU Kaltara, Jamal Muihadi. S mempertanyakan penggunaan istilah “pesantren” yang secara regulasi (UU No. 18/2019 dan definisi Kemenag) merujuk pada lembaga pendidikan Islam berbasis keagamaan. Padahal, pesantren ini mengklaim menggabungkan nilai Pancasila dengan kurikulum lintas agama akan berpotensi mengaburkan makna pesantren sebagai lembaga Islam yang mengajarkan tauhid dan syariat.

Masih Menurut Ketua PW IPNU Kaltara, pihaknya menilai inisiatif ini berisiko memicu sinkretisme (pencampuran keyakinan) dan liberalisme, bertentangan dengan prinsip Islam yang melarang pencampuran akidah (QS. Al-Kafirun: 6). MUI sebelumnya telah mengeluarkan fatwa menolak pluralisme agama yang menyamakan semua keyakinan.

“Konsep “kesatuan keimanan dan kemanusiaan” di pesantren ini dikhawatirkan mengarah pada relativisme agama, merusak kemurnian ajaran Islam dan moderasi beragama yang selama ini dijaga di Kaltara,” jelas Jamal.

Tidak hanya itu, PW IPNU Kaltara meminta kejelasan regulasi pembangunan pesantren ini, termasuk kesesuaiannya dengan UU Pesantren yang menekankan fungsi pendidikan agama Islam, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat. Mereka juga mempertanyakan apakah pembangunan telah melalui musyawarah sesuai sila keempat Pancasila, mengingat pro-kontra yang mungkin timbul. Transparansi proses perizinan dan keterlibatan masyarakat dinilai penting untuk mencegah gesekan sosial.

Jamal Muhadi. S, Ketua PW IPNU Kaltara

“Kita berharap ada kejelasan dari pemerintah atau lembaga – lembaga terkait atas berdirinya pembangunan pesantren ini, apakah di perbolehkan kalau menurut aturan”, ungkapnya.

Sebagai langkah antisipasi, PW IPNU Kaltara akan meminta pendapat dari Ormas Islam Besar yang ada yakni Nahdlatul Ulama (NU) Kaltara dan Muhammadiyah Kaltara serta Kemenag Kaltara, FKUB Kaltara, dan Kesbangpol Kaltara untuk meninjau ulang konsep pesantren ini.

“Kami mendorong dialog terbuka guna memastikan keselarasan dengan nilai keislaman, regulasi, dan keutuhan ideologi Pancasila. Harmoni di Kaltara harus dijaga. Jangan sampai inisiatif mulia justru memicu disintegrasi,” tegas Jamal Muhadi S selaku Ketua PW IPNU Kaltara. (jm/rdk)

Read Previous

Tekan Kemiskinan, Gubernur Zainal Ajak Pengusaha Muda Berinvestasi di Kaltara

Read Next

Kapolda Kaltara Berbagi Kebahagiaan Ramadan Bersama Anak-Anak Selumit Pantai

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Most Popular

error: Konten dikunci!