BERAU, LENSAKU – Dengan adanya lahan Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) untuk ketahanan pangan di Kecamatan Kelay, pihak Dinas Kehutanan menyatakan bahwa masyarakat sekitar mempunyai hak untuk mengelola. Hal tersebut dapat diwujudkan melalui program perhutanan sosial dimana perangkat kampung dapat membuat surat permohonan.
Hal itu selalu menjadi polemik bagi masyarakat kampung, lantaran Dinas Kehutanan mencatat luas dari lahan Kabupaten Berau mencapai 2 juta hektare hampir 1,3 jutanya itu adalah lahan KBK atau bisa dibilang 3/4 nya dari setiap Kecamatan terkecuali Tanjung Redeb.
Untuk penentuan lahan KBK dikarenakan adanya SK penunjukkan kawasan hutan tahun 2001. Kemudian berkembang menjadi Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK). Informasi tersebut dinyatakan oleh Kasi Perlindungan Konservasi SDA, Ekologi, dan Pemberdayaan Masyarakat Dinas Kehutanan Kabupaten Berau, Edhwin.
Dijelaskannya, untuk menentukan lahan KBK itu ada juga sertifikasi untuk kawasan hutan yang terbagi menjadi hutan produksi, hutan lindung, maupun areal lindung lain.
“Itu untuk kategori penilaiannya ada, sebab konturnya Berau seperti itu disertai topografi yang berbukit dan curam,” jelasnya, Jumat (11/3).
Sementara itu, teruntuk kawasan budidaya non kehutanan (KBNK) di Kabupaten Berau, Edhwin manambahkan, sebenarnya sudah didominasi oleh sektor perkebunan. Namun, hal itu tidak dapat ditentukan topografi lahan yang sesuai.
Dituturkan juga oleh Edhwin, lahan KBK tersebut sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk ketahanan pangan melalui program perhutanan sosial, karena lahan KBK merupakan tanah negara sehingga tidak ada wewenang di atasnya.
“Yang ada hanya persetujuan pengelolaan. Karena perhutanan sosial itu bisa dijadikan hutan desa, kemitraan kehutanan, hutan masyarakat, dan hutan tanaman rakyat. Dan untuk ketahanan pangan bisa ditanam disitu jadi tidak harus KBNK,” Tuturnya.
Edhwin juga menerangkan, bahwa pihaknya bisa memfasilitasi pengelolaan lahan KBK untuk dikelola menjadi ketahanan pangan, akan tetapi untuk memfasilitasinya harus sesuai topografi. Namun, Edhwin mengatakan, harus ditentukan sesuai land scape. Ibarat 100 hektar untuk sawah itu tidak mungkin juga bisa dimanfaatkan karena harus sesuai topografi.
“Sebenarnya masyarakat mempunyai hak untuk mengelola kawasan budidaya kehutanan (KBK) itu melalui perhutanan sosial. Pihak kami bisa memfasilitasinya melalui pembuatan KTH dan kelembagaan,” Terangnya.
“Syaratnya hanya harus ada surat permohonan dan akan kami survei secara langsung, asalkan tidak sesuai kepentingan dan benar – benar murni dikelola masyarakat kampung,” Tandasnya.
Setelah dari Dinas Kehutanan tentunya akan bermuara ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Asalkan tidak boleh perambahan ilegal. Sedangkan, untuk pelepasan kawasan hutan itu merupakan wewenang kepala daerah untuk mengajukan permohonan kepada pusat.
Lebih lanjut, maraknya permasalahan mengenai status kawasan yang diusulkan Kepala Kampung (Kakam) di beberapa Musrenbang Kecamatan menjadi skala prioritas. Hal tersebut direspon oleh Anggota Komisi II DPRD Berau, Elita Herlina.
“Hampir semua Kepala Kampung mengusulkan perubahan kawasan, yang dimana lahan atau Kampung mereka masuk ke wilayah KBK. Saat kami melakukan reses memang betul sekali mereka mengeluhkan status lahan yang masuk di kawasan Budidaya Kehutanan (KBK). Hal itu terkendala oleh kawasan,” Ungkapnya.
Dirinya bersama dengan anggota DPRD lain juga memiliki keinginan, dan kebetulan ia duduk di komisi II DPRD Berau yakni berkaitan dengan peningkatan ekonomi masyarakat.
Pihaknya mempunyai keinginan untuk menurunkan Pokir ke daerah Kelay terkait dengan peningkatan ekonomi masyarakat.
“Hanya saja yang menjadi hambatan saat ini adalah masalah kawasan,”Sampainya.
Dijelaskan Elita, ia juga merupakan ketua Badan Pembentukan Perda (Bapemperda), untuk itu dirinya akan menjalankan fungsi legislasinya.
“Jadi kami akan menginisiasi untuk mengusulkan revisi Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Terkait itu acuannya nanti ada di Perda RTRW inilah Karena kalau ini tidak revisi itu percuma saja melakukan inkaf, karena di RTRW itu masih berada di lahan KBK,” Bebernya.
“Terkait itu nanti akan menjadi Perda inisiatif dari DPRD, kami akan menginisiasi untuk merevisi perda RTRW kita, karena sudah 5 tahun secara aturan itu kita revisi tentunya. Kita berharap nanti inventarisir masing- masing kecamatan terkait dengan infrastruktur yang berada di KBK, kemudian juga dengan lahan-lahan kebun masyarakat yang saat ini banyak yang masih berada di KBK,” Tambahnya.
Terakhir, Elita berharap hal itu dikeluarkan dengan mengacu kepada Perda revisi RTRW Kabupaten Berau.
“Dengan itu nanti kami dari DPRD akan menjadikan Perda inisiatif kami, harapan kami semoga permasalahan status kawasan ini bisa segera berakhir dan masyarakat dapat mengelola lahan mereka yang masuk kedalam KBK,” Tutupnya. (Dez)