Lensaku.ID – Ada dua potret yang seringkali diletakkan di bingkai terpisah. Potret pertama, seorang pelaku UMKM di pelosok desa, bingung memisahkan antara uang usaha dan uang dapur. Di sampingnya, seorang milenial di kota, terjerat pinjaman online karena gagal paham bunga majemuk. Ini adalah potret kerentanan literasi keuangan.
Potret kedua, hamparan lahan gersang yang butuh dihijaukan. Komunitas pesisir yang terancam abrasi. Ini adalah potret kerentanan ekosistem atau keberlanjutan.
Bagi kebanyakan orang, dua masalah ini ditangani oleh dua entitas berbeda. Namun, jika kita menajamkan lensa, kita akan menemukan sebuah kebenaran fundamental: Keduanya adalah akar dari masalah yang sama, yaitu kerentanan (vulnerability).
Memahami titik persimpangan kritis inilah yang membedakan strategi “sekadar CSR” dengan “investasi sosial strategis”. Di sinilah kita melihat pemain besar seperti Astra Financial mengarahkan lensanya.
Secara formal, Astra Financial merupakan divisi jasa keuangan Astra yang menghadirkan layanan One Stop Financial Solution. Namun, di balik penawaran produk yang komprehensif, ada sebuah strategi fundamental yang sedang dijalankan: membangun fondasi pasarnya. Astra Financial sadar, produk keuangan secanggih apapun akan sia-sia jika ditawarkan kepada masyarakat yang “buta” secara finansial.
Langkah pertama adalah membangun “internal” manusianya. Ini adalah investasi jangka panjang untuk menciptakan pasar yang sehat.
Margono Tanuwijaya, Direktur Utama FIFGROUP, menyoroti pentingnya jangkauan dalam edukasi. “Kami di FIFGROUP, dengan jaringan kami yang menyentuh pelosok, melihat literasi keuangan bukan sebagai program, tapi sebagai fondasi. Saat kami memberdayakan UMKM atau memberikan pembiayaan mikro, edukasi finansial adalah paket wajib. Konsumen yang cerdas finansial adalah konsumen yang loyal dan berkelanjutan,” ungkapnya.
Fokus ini diperkuat pada setiap titik interaksi dengan pelanggan. Agus Prayitno Wirjawan, Presiden Direktur TAF, melihat proses pembiayaan itu sendiri sebagai momen edukasi krusial.
“Setiap proses pembiayaan di TAF adalah momen edukasi. Kami bertanggung jawab memastikan nasabah paham penuh akan komitmen mereka, risiko, dan manfaatnya. Ini adalah bentuk literasi keuangan paling praktis. Nasabah yang ‘melek’ akan menjadi mitra jangka panjang yang sehat,” ujar Agus.
Lensa kedua adalah membangun “eksternal” atau lingkungan tempat nasabah itu hidup. Konsumen yang cerdas tidak cukup jika ekosistem sosial dan lingkungannya rapuh. Di sinilah aspek keberlanjutan berperan sebagai manajemen risiko.
Hendry Christian Wong, Presiden Direktur ACC, menegaskan bahwa stabilitas komunitas adalah kunci. “Resiliensi adalah kunci. Di ACC, kami tidak hanya membiayai kendaraan. Kami juga berkontribusi pada stabilitas komunitas di sekitar operasional kami. Baik melalui program edukasi, pemberdayaan lingkungan, atau bakti sosial, ini adalah cara kami memastikan ekosistem tempat nasabah kami hidup dan bekerja tetap kokoh dan mendukung.”
Jika kita “membidik” keseluruhan strategi ini, terlihat jelas bahwa Astra Financial tidak sedang menjalankan dua program terpisah. Mereka sedang mengkalibrasi dua lensa untuk satu target: Resiliensi.
Literasi keuangan membangun resiliensi internal (individu). Pemberdayaan keberlanjutan membangun resiliensi eksternal (komunitas dan lingkungan).
Pada akhirnya, “One Stop Financial Solution” tidak hanya bermakna ketersediaan produk. Makna sesungguhnya adalah menciptakan satu ekosistem penuh—dari manusianya yang cerdas secara finansial hingga lingkungan yang stabil—di mana solusi-solusi tersebut dapat tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan.


