• Jumat, 22 November 2024

Anjungan Migas Lepas Pantai Akan Dimanfatkan Budidaya Ikan

Lensaku.ID – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 2015-2019 telah melakukan kajian pemanfaatan anjungan migas lepas pantai (AMLP) pascaproduksi. Beberapa aspek yang telah dikaji adalah aspek kebijakan, perhitungan biaya pembongkaran, dan feasibility study (FS) terutama untuk program Rig-to-Fish Farm.

Berdasarkan data dari SKK MIGAS, disebutkan bahwa terdapat kurang lebih 600 anjungan migas lepas pantai yang tersebar di perairan Indonesia. Dari angka tersebut, 18 persennya sudah berumur antara 21-30 tahun dan 53 persen berumur diatas 30 tahun.

Jika ditotalkan, anjungan migas yang sudah berumur di atas 20 tahun adalah 71 persen atau sekitar 389.

Anjungan-anjungan ini sudah mendekati masa akhir produksinya dan harus segera dilakukan perencanaan pembongkarannya.

Saat ini, trend yang sedang berkembang di industri ekstraktif migas di mana pemerintah bersama operator migas mendonasikan struktur bangunan lepas pantai mereka untuk dimanfaatkan sebagai sarana budidaya perikanan lepas pantai (off-shore aquaculture), stasiun pemantauan laut (research-based station), rescue base, energi alternatif dari ombak/angin dan sinar matahari, pariwisata (dive spots), dan terumbu karang buatan (artificial reef).

“Sejak 2017, KKP melalui Puriskel, bekerja sama dengan Korea Maritime and Ocean University Consortium (KMOUC), untuk melakukan penelitian dan studi tentang pemanfaatan kembali anjungan lepas pantai yang ditinggalkan untuk program terumbu karang. Pada 2019, KKP dan KMOUC sepakat membentuk Korea – Indonesia Offshore Research Cooperation Center (KIORCC) dengan fokus kerja sama pada isu yang berkaitan dengan kelautan dan perikanan, serta capacity building dan bridging platform untuk kerja sama  sektor Industri Indonesia – Korea Selatan,” papar Kepala Pusriskel,  I Nyoman Radiarta, secara daring, mewakili Kepala BRSDM, pada pembukaan Forum Group Discussion (FGD) Pemanfaatan Anjungan Migas Lepas Pantai Pascaproduksi untuk Budidaya Perikanan “FGD for R2F, Key Factors for Successful Implementation of Rig-to-Fishfarm”, Rabu (3/2/2021).

Budidaya laut di anjungan migas pascaproduksi berpotensi untuk dikelola secara terintegrasi dan secara komprehensif.  Hal tersebut juga berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat dengan melibatkan masyarakat dalam beberapa segmen kegiatan, antara lain: produksi benih, kegiatan pembibitan, usaha penyiapan induk, pemeliharaan ikan, pakan, serta pengangkutan benih dan induk.

Dari perspektif perikanan, alternatif kegiatan yang paling menarik saat ini adalah mengubah struktur laut tersebut menjadi terumbu buatan atau program Rig-to-Reef (R2R) dan budidaya perikanan atau Rig-to-Fish Farm (R2F).

Pada 2020 dan 2021 ini Pusat Riset Kelautan (Pusriskel), Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM), KKP, akan melakukan kajian pemanfaatan anjungan migas yang sudah tidak aktif di Blok Kangean (Jawa Timur) untuk budidaya perikanan lepas pantai sekaligus diproyeksikan untuk dimanfaatkan sebagai gudang pakan, control room bagi smart aquaculture, stasiun pengisian bahan bakar, sumber air bersih (desalinasi), cold storage, tambatan perahu yang memberikan perlindungan ketika cuaca buruk, serta layanan perizinan.

Kegiatan ini terlaksana bertujuan untuk menyusun business plan praktis antara pihak Korea-Indonesia, menjaring saran dan masukan untuk penyusunan rekomendasi kegiatan ataupun analisa yang dibutuhkan dalam business plan dari pilot project untuk R2F.

Selain itu untuk memastikan bahwa proyek dekomisioning juga dapat memberikan manfaat dan dukungan bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.

“Melalui FGD ini, output yang kami harapkan adalah rumusan rekomendasi kegiatan dan analisa yang dibutuhkan dalam penyusunan business plan bagi pemanfaatan AMLP pascaproduksi untuk budidaya perikanan lepas pantai, sebagau solusi kepada Pemerintah, untuk bagaimana mengelola anjungan migas yang terlantar dan menganggur yang menjadi kendala selama beberapa tahun,” terang Nyoman.

Peserta FGD terdiri dari berbagai instansi pemerintah (pusat dan daerah), akademisi, BUMN, dan peneliti yang relevan dalam pembahasan topik pemanfaatan anjungan migas lepas pantai pascaproduksi untuk budidaya perikanan dari pihak Indonesia dan Korea, diantaranya yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur, Dirjen Perikanan Budidaya KKP, Peneliti Pusat Riset Perikanan, CIIZ, Korea Aquatic Life Institute co. ltd, dan OceanWide.(Foto: Dok. KKP)

Read Previous

Apa Fungsi NFC dan Bagaimana Cara Menggunakannya?

Read Next

Bantuan Keuangan Berbasis Ekologi Kaltara Tahun 2021 Rp 3 Miliar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Most Popular

error: Konten dikunci!