SAMARINDA – Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) Dr H Irianto Lambrie mewakili Pemerintah Provinsi Kaltara melakukan penandatanganan perjanjian kerjasama (PKS) dengan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalimantan Timur (Kaltim) Deden Riki Hayatul Firman tentang Penyelamatan Aset dan Penerimaan Negara/Daerah. Pada kesempatan sama, Gubernur juga menandatangani nota kesepakatan antara Pemprov Kaltara dengan Kajati Kaltim dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Kaltara R Bimo Gunung Abdulkadir tentang Pendampingan dan Pengawalan Akuntabilitas Dana Penanggulangan dan Pencegahan Covid-19 di Provinsi Kaltara.
Pada acara penandatanganan yang berlangsung di Kartanegara Room Hotel Bumi Senyiur, Samarinda, Senin (20/7) pagi, Gubernur menyampaikan 3 hal yang harus dihindari seorang aparatur negara sehingga tidak bermasalah dengan hukum dalam melaksanakan tanggungjawabnya tersebut. “Dalam pengalaman saya sebagai ASN, paling tidak ada 3 hal yang harus dilakukan dan hindari agar tidak menghadapi masalah hukum dalam perjalanan karirnya. Pertama, tidak melakukan penyelewengan dalam proses pengadaan barang dan jasa. Berdasarkan survei KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), permasalahan hukum yang dialami aparatur negara itu, sekitar 60 persen lebih akibat pengadaan barang dan jasa,” kata Gubernur.
Kedua, dalam hal pengelolaan aset dan penerimaan daerah. Ranah ini sangat rentan terjadinya penyelewengan apabila kita menatakelola keuangan dan aset dengan baik. Dan, ketiga, adalah penyalahgunaan jabatan. “Ini berkaitan dengan masalah mental dan pelanggaran sumpah jabatan,” jelas Irianto.
Untuk menghindari ke-3 masalah itu, harus diawali dari niat dan tekad. “Inilah yang saya lakukan dan terapkan di Pemprov Kaltara. Berbagai apresiasi diperoleh juga berkat upaya itu. Salah satunya, mulai 2014-2019, Pemprov Kaltara berhasil meraih opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) atas LHP LKPD dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Tak lupa, keberhasilan itu juga berkat dukungan dari BPKP Kaltara tentunya,” urainya.
Dari semua itu, Irianto juga menegaskan bahwa permasalahan yang patut diatasi saat ini, adalah penatakelolaan neraca aset. “Kita patut bersyukur karena hari ini, Kejati mau melakukan pendampingan dan pengawasan terhadap proses penyelamatan aset dan penerimaan negara/daerah. Jadi, apapun yang direkomendasikan atau disarankan Kejati Kaltim harus ditindaklanjuti dengan baik,” tuturnya.
Gubernur berharap kerjasama dengan Kejati Kaltim ini, mampu meningkatkan kualitas administrasi pencatatan juga kualitas pembangunan di Kaltara. “Dengan aset yang tercatat secara jelas dan detail akan membantu Pemprov Kaltara menentukan langkah dan program pembangunan selanjutnya,” ungkap Gubernur.
Harus dipahami, program pembangunan yang dilakukan Pemprov Kaltara dalam 7 tahun belakangan ini sangat terpaut dengan aset vital. Seperti, jaringan jalan, bangunan sekolah, pelabuhan, pengadaan lahan, peralatan mesin, aset tetap lainnya, termasuk konstruksi dalam pengerjaan dan lainnya. “Dari itulah, Pemprov harus memiliki landasan hukum terhadap kepemilikan aset tersebut. Dan, tentunya Pemprov tak ingin mendapatkan permasalahan hukum di kemudian hari,” ucap Irianto.
Adapun nilai perolehan aset tetap Provinsi Kaltara berdasarkan neraca per 31 Desember 2019 (audited BPK RI), adalah Rp 7.516.894.123.344,25. “Terhadap aset-aset itu, Pemprov Kaltara sudah melakukan pengamanan hukum. Semisal dengan sertifikat untuk aset tanah dan lainnya,” jelas Gubernur.
Dalam hal penyelamatan penerimaan daerah sendiri, Pemprov Kaltara intensif membangun koordinasi dengan tim koordinasi dan supervisi pencegahan (Korsupgah) KPK RI. “Tim Korsupgah KPK RI berpandangan, optimalisasi pendapatan daerah perlu terus didukung dengan aplikasi online atau tax online system. Dan, Pemprov Kaltara sudah memenuhinya,” papar Irianto.
Dijelaskan Gubernur, Pemprov Kaltara mulai menarik pajak dan retribusi secara mandiri pada 2017. Awalnya, sebagian pajak maupun retribusi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih tergabung dengan Kaltim. Lalu, pada 2016 Provinsi Kaltara melahirkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2016, tentang PajakDaerah. “Catatan pajak dan retribusi untuk 2018 sudah terdata dengan sistem aplikasi. Bahkan, Pemprov Kaltara dan Bankaltimtara melakukan pembayaran non tunai. Pada 2018 juga diterapkan e-Samsat, dilanjutkan pada 2019 menerapkan integrasi data wajib pajak dengan NIK (Nomor Induk Kependudukan) dan lainnya,” tutur Gubernur.
Dari segi perbankan, Pemprov Kaltara melakukan penyertaan modal ke Bankaltimtara yang dilandasi niat baik bagi masa depan Kaltara. “Pemprov harus menjadi pemegang saham di Bankaltimtara, karena ini menjadi investasi jangka panjang dan cukup terbukti menguntungkan daerah. Bankaltimtara juga mempunyai kinerja cukup baik dari evaluasi OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan audit dari akuntan publik,” ulas Irianto.
“Intinya, Pemprov Kaltara tidak ingin melanggar hukum. Pendapatan penerimaan daerah juga akan disampaikan secara transparan. Untuk deposito di bank lain, perlu dipahami yakni untuk membantu bank tersebut agar berkembang di Kaltara. Bunga deposito tersebut dimasukkan kedalam kas daerah, dan sudah dikonsultasikan kepada tim Korsupgah KPK juga diaudit BPK,” timpal Gubernur.(humas)