PENYELAMAT LINGKUNGAN : Ketua Adat Punan Adiu dengan pakaian adanya.
TANJUNG SELOR – Perwakilan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) menjadi salah satu dari 10 penerima penganugerahaan penghargaan Kalpataru Tahun 2020. Ini berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MENLHK) Nomor SK.302/MENLHK/PSKL/PEG.7/7/2020. “Penghargaan ini merupakan upaya meningkatkan peran masyarakat dalam perlindungan dan pengelolan lingkungan hidup dan kehutanan, sehingga pemerintah menganugerahkannya kepada indidvidu maupun kelompok yang dinilai berjasa dalam merintis, mengabdi, menyelamatkan, dan membina perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan,” kata Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Kaltara, Syarifuddin, baru-baru ini.
Untuk tahun ini, penghargaan Kalpataru dianugerahkan kepada kelompok masyarakat Adat Punan Adiu pada kategori penyelamat lingkungan. Punan Adiu sendiri berada di Desa Punan Adiu, Malinau Selatan Hilir, Kabupaten Malinau.
“Penganugerahannya, direncanakan pada 22 September 2020 secara faktual atau langsung dengan menggunakan pakaian daerah. Tempatnya di Auditorium Gedung Manggala Wanabakti Jakarta, tentunya dengan mengedepankan protokol kesehatan,” urainya.
Terpilihnya masyarakat Punan Adiu, menurut Syarifuddin lantaran masyarakat ini secara tradisional hingga saat ini menempatkan hutan dan isinya sebagai lumbung makanan dan rumah. Mereka juga menempatkan kedudukan hutan dan isi hutan sejajar dengan kedudukan seorang ibu yang menghidupi anak-anaknya (lunang t’lang ota’ ine’ yang berarti hutan adalah air susu ibu).
“Dari pandangan seperti itu, kelompok masyarakat Punan Adiu melakukan penolakan berbagai bentuk eksploitasi hutan dan dengan sangat hati-hati memanfaatkan hutan dan isi hutan secara lestari tanpa merusak aslinya,” urainya.
Untuk memenuhi hal tersebut, kelompook masyarakat Punan Adiu terus menarik perhatian Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malinau atas konsep pengelolaan hutan dan isi hutan berbasis eksploitasi menuju konservasi, sehingga mereka mengambil peluang melakukan konservasi sumberdaya hutan di wilayah adatnya dengan merujuk Perda Kabupaten Malinau Nomor 04 tahun 2007 tentang Malinau Sebagai Kabupaten Konservasi.
“Mereka melakukan budidaya pinggir hutan dengan gaharu, rotan dan tanaman buah sebagai alat proteksi wilayah adatnya. Apa yang mereka tanam sungguh mereka lindungi, bahkan di setiap areal yang ditanami dipasang juga papan informasi larangan pada siapapun untuk tidak boleh merusak tanaman,” ulasnya.
Konsistensi memproteksi hutan adalah kunci dari keberhasilan masyarakat ini menjaga kelestarian hutan. Dalam hal ini, proteksinya berbasis kinerja melalui patroli batas dan patroli rutin secara berkala dan tidak lagi membuka hutan alam untuk areal perladangan.(humas)