Tanjung Redeb- Lensaku.id. Ramai terdengar di telinga publik, DPR RI bersama dengan Pemerintah telah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law (Cipta Kerja) menjadi UU pada 5 Oktober 2020 melalui rapat paripurna.
UU Cipta Kerja ini banyak yang menganggap sangat merugikan. Pasalnya, ada beberapa poin yang menjadi sorotan, yaitu:
1. Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dibuat bersyarat dengan memerhatikan laju inflasi atau pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) dihapus dalam RUU Cipta Kerja.
2. Pesangon berkurang
3. Kontrak kerja tanpa batas waktu
4. Hak upah cuti yang hilang
5. Outsourcing yang hilang
6. Baru dapat kompensasi minimal satu tahun, dan
7. Waktu kerja yang berlebihan
Mendengar hal tersebut, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Berau lantas memberi tanggapan.
Melalui Kepala Bidang Hubungan Industrial (HI) Disnakertrans Berau, Juli Mahendra mengatakan, disahkannya UU Cipta Kerja, dari kabar yang ia dapatkan, terdapat beberapa fraksi yang menerima dan menolak.
Namun hal itu menjadi kewenangan DPR RI selaku pengambil kebijakan.
Meski telah disahkan, pihak Disnakertrans sendiri belum menerima hasil dari ketetapan tersebut.
“Kami belum terima data secara resmi terkait apa-apa saja yang di tambahkan dan dikurangi dalam klaster Ketenagakerjaan pada UU nomor 13 tahun 2003,” ucap Kepala Bidang Hubungan Industrial (HI) Disnakertrans Berau, Juli Mahendra pada Selasa (6/10/2020).
Juli mengatakan, jauh hari sebelum UU disahkan, pihaknya telah melayangkan surat yang isinya mendukung serikat buruh menolak peraturan tersebut.
“Waktu itu serikat buruh melakukan aksi demontrasi. Bersamaan dengan itu Bupati Berau memfasilitasi pertemuan dan bersepakat untuk menolak,” terangnya.
Meski telah banyak beredar kabar menyebut UU tersebut kurang berpihak pada buruh, ia menjelaskan, sumber berita yang beredar di media massa belum dapat dinilai kebenarannya.
Pasalnya, belum ada fakta dan bukti terkait apakah hadirnya UU tersebut merugikan serikat buruh.
“Apakah benar pesangon dihilangkan dalam UU tersebut? kita kan belum tahu kebenarannya. Karena kembali lagi, kita belum menerima aturan tersebut sehingga belum bisa menjustifikasi,” pungkasnya.