• Rabu, 16 Oktober 2024

Dianggap Pro Israel, Danone Terus Disoal

Lensaku.ID – Danone, dan banyak perusahaan multinasional lainnya, dikecam di seluruh dunia karena aktif mendukung rezim apartheid Israel yang hingga hari ini terus  melakukan genosida terhadap penduduk sipil Palestina di Jalur Gaza.

Akibatnya, citra global Danone rusak, tapi di Prancis sendiri citra Danone  juga tak kalah buruknya karena dituding menjadi dalang utama perusak ekosistem lingkungan.

Di Prancis, Danone saat ini dituding  sebagai penyebab krisis air yang mengguncang kawasan Auvergne, Prancis tengah.

Masyarakat lokal marah karena gara-gara Danone, mereka terpaksa menghadapi pembatasan penggunaan air untuk kebutuhan usaha dan kebutuhan sehari-hari.

“Sejak grup Danone mengambil alih perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) Société des Eaux de Volvic pada 1993 lalu, penyedotan air tanah telah meningkat empat kali lipat,” kata Edouard de Féligonde, pemilik peternakan ikan setempat (Euronews, 15/6).

“Bukan  kekeringan biasa yang kami hadapi, tapi kekeringan  yang berpengaruh hingga ke sumber daya untuk usaha ini,” katanya.

Selama ini, Edouard de Féligonde merasa bangga memiliki peternakan Ikan Saint-Genest l’Enfant, yang dibangun oleh leluhurnya pada abad ke-17 di jantung Auvergne. Namun, kebanggaannya itu kini berubah menjadi kepahitan.

“Peternakan ikan Saint-Genest l’Enfant adalah yang tertua di Eropa dan satu-satunya yang diakui sebagai monumen bersejarah. Namun, peternakan ikan ini sekarang benar-benar kering,” keluh Edouard de Féligonde, sambil memimpin jurnalis  berkeliling di propertinya.

Menurutnya, aliran sungai ke peternakan ikan yang dulu mengalir lancar, kini nyaris mengering, dan kolam-kolam ikan kosong, kecuali beberapa yang diisi dengan air stagnan untuk mencegah erosi dasar kolam.

Dikatakannya, bisnisnya kian terpuruk sejak Danone dan anak perusahaannya, Société des Eaux de Volvic, yang sumber penyedotan mata airnya berdekatan dengan propertinya, telah menyebabkan susutnya air tanah.

Tak pelak, krisis air ini telah mendorong Edouard de Féligonde memulai perjuangan hukum melawan Danone dan otoritas publik yang mengeluarkan izin penyedotan air tanah di kawasan tersebut.

Sejauh ini, Danone membantah bahwa operasi bisnis AMDK mereka telah mengurangi debit air tanah di sana.

Bantahan ini juga didukung oleh dinas terkait yang lucunya malah menduga ‘perubahan iklim’ sebagai penyebabnya.

Tentu saja, alasan ini dimentahkan penggiat lingkungan dan masyarakat setempat yang terkena imbas kekeringan dan dampaknya berupa aturan pembatasan air.

“Dengan adanya pembatasan penggunaan air, bisnis saya jelas berisiko merugi!,” kata pengusaha bir bernama Jeff.

Sama dengan pengusaha lainnya yang menggunakan jaringan mata air di kawasan tersebut, Jeff terpaksa harus memangkas penggunaan air sampai 25 persen.

Pemangkasan itu mengancam bisnisnya, apalagi dia sudah mengurangi penggunaan air lebih dari sepertiga kebutuhannya lima tahun lalu karena alasan lingkungan.

“Saya mengetahui volume pemompaan air Danone tidak dikontrol… Mentalitas mereka  adalah menguras air tanah,… untuk melayani konsumen mereka di belahan lain dunia!” kata Jeff marah.

François-Dominique de Larouzière, seorang ahli geologi dengan asosiasi perlindungan lingkungan PREVA, meragukan alasan bahwa penurunan debit air disebabkan oleh pemanasan global.

Hydrobiolog Christian Amblard, juga anggota PREVA, menekankan adanya konsekuensi ekologis yang mengkhawatirkan.

“Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa ini adalah awal dari berubahnya area ini menjadi gurun,” kata Amblard dengan nada prihatin.

Danone, yang di Indonesia menguasai pasar  AMDK dengan merek Aqua, juga kerap bermasalah karena diprotes organisasi lingkungan dan warga lokal tempat perusahaan itu mengeksploitasi sumber mata air untuk bisnis AMDK-nya.

Berikut adalah beberapa contoh konflik eksploitasi sumber air tanah antara Danone-Aqua dengan warga lokal.

Pada 2011, Danone-Aqua yang telah beroperasi selama empat tahun, mendadak mengumumkan menghentikan seluruh kegiatan produksinya di Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Provinsi Banten.

Gara-gara terjadi aksi demo anarkis yang dilakukan ribuan orang pada Desember 2010.

Sejumlah organisasli lingkungan dan warga lokal menuding keberadaan pabrik AMDK Danone-Aqua berpotensi mengeringkan cadangan air bawah tanah yang juga digunakan oleh warga.

Di lokasi lain, di Desa Babakan Pari Kecamatan Cidahu, KabupatenSukabumi, Jawa Barat, penduduk yang tinggal di sekitar sumber air untuk AMDK milik pabrik Danone-Aqua, juga diberitakan kerap mengeluh kesulitan mendapatkan air bersih.

Saat kemarau, sebagian sumur milik penduduk mengalami kekeringan.

Padahal menurut warga setempat, sebelumnya sumur dengan kedalaman 5-7 meter saja sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Tapi sejak tahun 2000, sumur harus digali lebih dalam lagi,  paling tidak hingga 17 meter untuk mendapatkan air.

Cerita pilu yang sama juga menimpa penduduk di Polanharjo, Kabupaten Klaten.  Sejak Danone-Aqua beroperasi di wilayah kaya mata air tersebut pada 2002, warga lokal  banyak yang mengeluhkan kekurangan air.

Semula, kata mereka, air selalu cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan untuk irigasi.

Tapi sejak kehadiran Danone-Aqua, untuk memenuhi kebutuhan irigasi saja, petani harus menyewa pompa air. Bahkan  untuk kebutuhan sehari-hari, warga terpaksa harus membeli air dengan harga mahal. ***

Read Previous

DPRD Minta Pemda Ambil Tindakan Tegas

Read Next

Kejari Tahan Empat DPO

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Most Popular