TANJUNG SELOR, LENSAKU. ID – Tak kurang dari 11 perusahaan pemegang izin usaha pertambangan di Kalimantan Utara (Kaltara) berpartisipasi di workshop sosialisasi program kemitraan Enggang Kaltara Project (EKP).
EKP adalah Proyek kemitraan Solusi Iklim berbasis Alam (Nature based climate solution-NbCS) antara Pemerintah Kaltara melalui BUMD PT Benuanta Kaltara Jaya dengan PT Global Eco Recue Lestari (GERL) pada ekosistem Mangrove dan lahan Gambut di area penggunaan lain di Kaltara.
Workshop berlangsung pada tanggal 14 Desember 2023 November di Ruang Rapat Kantor Gubernur, Tanjung Selor, Bulungan.
Kegiatan ini dibuka dan dipandu oleh R. Adi Hernadi Ismail Syah, ST sebagai Plt Kepala Dinas ESDM Pemprov Kaltara.
Dalam sambutannya, beliau menyampaikan tujuan kegiatan ini untuk mengkomunikasikan, mengkoordinasikan dan mendapatkan dukungan untuk program kemitraan EKP.
Emisi GRK terkait hutan di seluruh provinsi Kaltara menjadi faktor pendorong yang dominan. Dari olahan data Atlas Nusantara, dari tahun 2001 hingga 2022, rata-rata emisi GRK di Kaltara sekitar 567 MtCO2e dengan penyebab utama karena deforestasi.
Antara tahun 2001 dan 2022, Emisi GRK terkait hutan di seluruh provinsi kaltara mengeluarkan 188k tonCO2e/tahun, dan menghilangkan -48,1 ktonCO2e/tahun. Ini mewakili sumber karbon bersih sebesar 140 ktonCO2e/tahun.
Pada kesempatan ini, Yatno Supriadi dari Bappedalitbang Pemprov Kaltara menyampaikan paparan terkait peluang dan tantangan dalam perdagangan karbon sektor kehutanan. Beliau memaparkan proyeksi emisi kumulatif di Kaltara dari tahun 2010 – 2030 bila tidak ada aksi mitigasi sebesar 265.316.017 tonCO2e.
Lanjutnya, target proyeksi penurunan emisi di Kaltara hingga 2030 sekitar 33% atau 178.420.306 ton C02e. Situasi ini membutuhkan dukungan aksi mitigasi dari berbagai pihak termasuk dari perusahaan pemegang izin usaha pertambangan di Kaltara.
Upaya pengurangan emisi GRK di Kaltara berpeluang besar untuk dijalankan sebagai kontribusi Pemprov Kaltara terhadap Enhanced-NDC, tutur Iwan Setiawan dari GERL, Lanjutnya, peluang ini sekaligus untuk mendapatkan manfaat dari tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon (NEK) berbasis NbCS melalui penjagaan dan pemulihan pada ekosistem mangrove dan gambut di luar kawasan hutan atau areal penggunaan lain.
Pengelolaan NEK dapat mendukung penghidupan masyarakat lokal berkelanjutan, warga perdesaan, dan warga adat dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals-SDGs), peningkatan Indek Desa Membangun (IDM) serta pendapatan asli daerah.
Wilayah kerja EKP sebagai carbon accounting area seluas ± 323.551 Ha di APL yang mencakup 265.221 ha di Ekosistem Gambut dan 58.330 ha dan Ekosistem Mangrove. Wilayah kerja ini telah mendapatkan persetujuan dari pak Gubernur. Pada wilayah kerja EKP ini tercatat sekitar 14 perusahaan pemegang izin pertambangan.
Pada prinsipnya rekanan perusahaan pemegang izin usaha pertambangan menyambut baik dan mendukung program kemitraan ini, tutur pak Agung dari PT Pesona Khatulistiwa Nusantara. Umumnya perusahaan pertambangan punya tanggung jawab juga untuk memulihkan area bekas operasional melalui kegiatan reklamasi.
Karenanya, kegiatan ini sangat selaras dengan kegiatan pemuluhan lingkungan dan sosial di Perusahaan pertambangan.
Di akhir paparan, semua pihak bersepakat bahwa pola pengurangan emisi GRK di APL memerlukan pencermatan dalam hal tata kelola kawasan hidrologis gambut dan kawasan lanskap mangrove. Analisis awal, keberadaan ekosistem mangrove dan lahan gambut di APL Kaltara bersinggungan dengan administrasi 127. Karenanya menjadi Kunci utama program pembangunan desa rendah karbon dan berketahanan iklim.