BERAU, LENSAKU – Anjloknya harga tandan buah segar (TBS) tengah menjadi keluhan bagi para petani sawit di Kabupaten Berau. Hal itu turut menjadi atensi bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau untuk menekan penetapan harga yang sesuai dengan ketetapan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur.
Bupati Berau, Sri Juniarsih, bersama dengan jajaran dari Dinas Perkebunan Berau pun memanggil pihak perusahaan yang memiliki pabrik di Kabupaten Berau. Dalam pertemuan itu, dirinya meminta segala pihak untuk menyikapi masalah jatuhnya harga TBS yang turut membuat para petani gelisah.
“Kami berinisiatif mengadakan pertemuan dengan beberapa perusahaan supaya dapat melakukan komunikasi yang baik bagaimana caranya menaikkan angka harga tandan buah segar (TBS) ini,” tuturnya, Senin (25/7).
Diketahui, harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit terus merosot hingga bulan Juli tahun ini. Tercatat, pada bulan ini saja Pemprov Kaltim telah menetapkan harga TBS di kisaran Rp 1.614 hingga Rp 1.831 per kilogram. Angka tersebut tentu berbeda jauh pada bulan Juni lalu dimana harga TBS masih di angka Rp 2.818 per kilogram.
“Memang untuk menyikapi masalah jatuhnya harga tandan buah segar (TBS) apabila diturunkan lagi oleh perusahaan, meskipun hanya bernilai Rp 500 saja, sangat membuat para petani gelisah,” ucapnya.
Dirinya pun menginstruksikan kepada Dinas Perkebunan Berau untuk mewajibkan para perusahaan sawit agar mengikuti arahan dan instruksi dari Gubernur Kaltim dalam penetapan harga-harga TBS tertinggi di Kalimantan Timur, yakni menetapkan harga TBS minimal senilai Rp 1.600 per kilogramnya.
“Kami sudah melakukan komunikasi dengan perusahaan dan sudah memperjuangkan nasib para petani supaya harga TBS tertinggi sesuai instruksi dari Gubernur Kaltim. Apabila ada perusahaan yang tidak mengikuti ketetapan itu, maka bisa kami berikan sanksi yakni berupa pengurangan operasi perusahaan. Bahkan, tidak menutup kemungkinan, kami bakal melakukan sidak ke perusahaan,” tegasnya.
Memang berdasarkan hasil pertemuan itu, ternyata para perusahaan juga mempunyai problem terkait ekspor sawit yang mandek. Meskipun keran sawit sudah dibuka, tetapi peninjauan di lapangan banyak Crude Palm Oil yang saat ini tertampung. Hal itu pun menyebabkan tak sedikit perusahaan untuk menurunkan harga dibawah ketetapan.
Pemkab Berau tentu tidak membiarkan hal itu terus berlarut. Dikatakan Kepala Dinas Perkebunan Berau, Lita Handini, akan bersurat kepada Kementerian Pertanian supaya bisa mencarikan jalan dari pusat terkait CPO yang selama ini tertampung dan tidak bisa terekspor.
“Kami bakal mengupayakan untuk komunikasi kepada pemerintah pusat agar membantu kami dalam memperlancar ekspor sawit di Kabupaten Berau,” ujarnya.
Lita juga mengatakan, terkait harga TBS yang selama ini ditetapkan pleh tim dari Pemprov Kaltim bakal ditentukan setiap 2 minggu. Rencana, pada Jumat (29/7), bakal ditentukan harga TBS terkini melalui rapat penetapan bersama Dinas Perkebunan Kaltim.
“Kami sepakat bahwa harga tersebut khusus unthk petani yang bermitra. Sedangkan, untuk petani yang tidak bermitra mekanisme harganya diserahkan kepada kesepakatan dua belah pihak. Jadi, kami tidak bisa saklek menentukan harus Rp 1.600 karena memang harga TBS itu ditentukan pasar,” terangnya.
Di sisi lain, Lita mengatakan, Disbun terus mengupayakan pemerintah kampung agar mendorong para petani yang tidak bermitra menjadi bermitra. Menurutnya, hal itu tentunya menguntungkan nasib para petani sawit di Kabupaten Berau. Sementara, di Kabupaten Berau sendiri, petani sawit yang bermitra masih sangatlah sedikit dengan rata -rata jenis buah berupa plasma.
“Kami selalu sounding untuk mengedepankan petani yang bermitra karena mereka diuntungkan mau berapa pun harganya turun. Mereka bakal dijamin oleh pemerintah bahwa harga harus sesuai ketetapan, kalau pun ditetapkan Rp. 1.600 mereka yang bermitra tak boleh di bawah itu, ada sanksinya,” pungkasnya. (*/CTN)