Kemanusiaan adalah manifestasi sikap manusia yang makhluk sosial, Indonesia belum lama ini tertimpa bencana “Pandemic Covid-19”, tak sedikit yang resah akan fenomena tersebut. Tua muda turut merasakan, dari buruh kerah putih maupun buruh kerah biru lokal Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara hingga anak-anak buruh tersebut yang merantau ke Kota Makassar, demi memperoleh ilmu bertujuan mengangkat marwah keluarga dan daerahnya, mendapat imbasnya.
Nak, kenapa tidak pulang Ramadhan? Bagaimana mau pulang Mace, keuangan sekarang defisit dari akibat tidak terputarnya roda ekonomi. Dan sialnya negara akhir-akhir ini memanjangkan rindu, terbungkus dalam muslihat PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Dialog sore dengan Mace Kos Pondok Nuri, Jalan Sahabat III (Makassar 28, April 2020).
Ini perkara manusia bukan perkara distribusi virus. Anak mana yang rela lebarannya diisi dengan kekosongan orangtua, lapar, dan nuansa negatif lainnya? Semuanya butuh pulang, sebab pulang adalah rekreasi ingatan sembari menunaikan rindu yang seiring waktunya tumbuh dewasa.
Mendekati dua bulan sejak pandemi ini menyerang, pemerintah beserta legislasi Kabupaten Nunukan, belum juga mampu mengambil tindakan terhadap para mahasiswa-mahasiswi rantaunya yang sedang menempuh pendidikan di Makassar, niscaya terkena dampak dari pandemi ini. Entah apa yang terlintas dalam pikiran para tuan dan puan (Stakeholder), sehingga terkesan sangat lamban dan belum juga menerbitkan maklumat kebijakan. Semoga saja tuan dan puan tidak lupa, bahwasanya mahasiswa-mahasiswi rantau turut andil dalam menjembatani niat suci tuan dan puan dalam memperoleh kursi kenyamanan tersebut (melalui pemilu), semoga saja tidak lupa, sebab pemerintah adalah makhluk pelupa rakyat. Semoga saja tidak lupa, amin.
Para mahasiswa-mahasiswi domisili Nunukan ada sekitar 30 jiwa yang masih bertahan di Makassar, mendekati dua bulan pandemi ini, uang saku mencapai titik kekeringannya, bahan pangan juga demikian. Namun para pemerintah (Stakeholder) Kabupaten Nunukan beserta DPRD Nunukan Provinsi Kalimantan Utara belum juga memberikan atensi yang berwujud kemanusiaan kepada para mahasiswa.
Ini diperkuat dengan pergeseran makna kemanusiaan kita (altruistic), yang dulunya kemanusiaan ialah saling menopang bahu-membahu antara pemerintah, legislatif dan rakyat, dan kini kemanusiaan kita bertransformasi menjadi antipati terhadap sesama demi terputusnya mata rantai Pandemic Covid-19. Lagi-lagi ini perkara kemanusiaan bukan distribusi virus. Seakan-akan pola pikir kita kembali ke belakang, laksana “Homo Homini Lupus” (Manusia adalah serigala bagi manusia lainnya) Thomas Hobbes.
Bukan tentang siapa yang paling kuat, paling pintar, paling berkuasa, paling bisa beradaptasi, tapi tentang bagaimana manusia merepresentasikan kemanusiaannya terhadap sesama manusia.
Kemungkinan reaksi terburuk yang akan tercipta pasca Pandemi Covid-19 ini di Nunukan, ialah tumbuh suburnya faham individualitas dan demarkasi kemanusiaan antara Pemerintah dan Rakyat kian melebar. Situasi tersebut bakal jadi pemantik munculnya krisis kepercayaan terhadap pemerintah.