BERAU, LENSAKU – Didalam Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Kecamatan Kelay yang digelar Rabu (02/03) lalu, terdapat usulan pemutihan delapan puluh persen lahan di Kampung Beliu, Kecamatan Kelay yang berstatus KBK untuk menggarap potensi alam milik masyarakat lokal dan perbaikan jalan yang merupakan akses menuju 5 kampung.
Diakui oleh masyarakat Kampung Beliu bahwa potensi alam yang besar tersebut tidak dapat dikelola karena sebagian besar berstatus Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK). Benyamin sebagai Kepala Kampung setempat menyampaikan, masyarakat Kampung sudah berupaya untuk mengembangkan pertumbuhan ekonomi melalui perluasan perkebunan kakao dan karet.
Lalu, jalan yang menjadi akses penghubung 5 kampung di Hulu Sungai Kelay juga dikatakan masuk dalam lahan KBK. Perbaikan secara manual maupun melalui perusahaan pun tidak dapat terealisasi dikarenakan hambatan berada di kawasan tersebut.
“Bukan hanya di Kampung Beliu, bahkan sekira 70 persen wilayah Kecamatan Kelay ini masuk lahan KBK. Walaupun wilayahnya luas, kami tetap tidak dapat berbuat apa – apa karena kami dilarang beraktivitas didalam kawasan KBK,” Jelas Benyamin.
Disampaikan juga oleh Benyamin untuk menjalankan program pemerintah yaitu perkebunan kakao dan pengembangan potensi alam lainnya, pihaknya terkendala untuk merealisasikan hal tersebut dikarenakan memasuki kawasan KBK.
“Untuk program kakao dan pengembangan potensi alam yang diprogramkan pemerintah, kami terhambat untuk merealisasikan itu. Karena terkendalan kawasan KBK,” Tambahnya.
Perlu untuk diketahui, dengan berdasar kepada Undang – Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, yang telah diubah ke Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2004, setiap aktivitas dikawasan hutan harus disesuaikan dengan status kawasan yang ditetapkan undang-undang. Sementara itu, khusus untuk wilayah KBK pengelola harus mempunyai izin pemanfataan agar bisa melakukan penggarapan.
“Jika harus izin, itukan urusannya harus ke pusat dan juga keadaan disini terbatas. Masyarakat tidak dengan mudah bermobilisasi dengan akses, listrik, dan jaringan yang susah,” Sambungnya.
Dijelaskan Benyamin, untuk satu – satunya solusi adalah sebagian wilayah dikeluarkan dari status KBK menjadi areal penggunaan lain (APL) atau Kawasan Budidaya Non Kehuagan (KBNK). Dari tahun 2018, pihaknya telah menyampaikan solusi tersebut melalui Musrenbang Kecamatan Kelay.
“Tidak ada maksud untuk eksploitasi, agar lahan bisa dipergunakan masyarakat untuk bertani atau berkebun, karena hutan sudah kami anggap rumah kami. Seperti beberapa waktu lalu, ada perusahaan sawit yang ingin menggunakan lahan kami, namun masyarakat tidak memberikan izin,” Katanya.
Dituturkan oleh Benyamin hal itu berdampak bagi masyarakat yang ingin membangun rumah dan rata – rata menggunakan kayu. Otomatis sebagian material diambil dari dalam hutan. Namun, kekayaan hutan yang luas tersebut berstatus KBK.
Ditanggapi Agus Wahyudi sebagai Asissten II Setda Kabupaten Berau bidang Pembangunan dan Perekonomian, Pemerintah Daerah (Pemda) sebelumya sudah berhasil mengubah status Kawasan Budidaya Kehutanan (KB) pada 5 tahun lalu. Diakuinya ada 10 Kampung yang berhasil diubah status kawasannya dalam upaya tersebut.
“Kampung Batu Rajang di Kecamatan Segah tersebut tadinya merupakan kampung ditengah kawasakan KBK. Terkait itu, pembangunan sekolah dan puskesmas terhambat. Akan tetapi bisa kami lakukan waktu itu hanya saja melalui proses yang panjang. Karena merupakan kewenangan Pemerintah pusat,” Jelasnya.
Lebih lanjut, Agus Wahyudi menyatakan Pemda Kabupaten Berau akan segera melakukan peninjauan ulang mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) bersama pihak Bapelitbang dan DPUPR. Termasuk juga akses yang masih berstatus KBK.
“Itu wajib diubah dulu ke pusat baru RTRW nya bisa diubah. Pernah waktu itu nekat untuk merubah di tata ruang kita, namun tidak berlaku. Beruntung tidak terdapat persoalan hukum saat itu,” Tuturnya.
Terakhir, pihaknya akan segara melaksanakan inventarisir lahan guna mengajukan ke Pemerintah pusat untuk dijadikan kawasan budidaya terhadap Lahan Pertanian Pangan Berkerlanjutan (LP2B). Menurut Agus, keperluan pangan tersebut bagian terpenting yaitu analisis kajiannya kuat maka pengelolaan dapat dilakukan.
“Kedepan kami akan laksanakan kajian mengenai lahan tersebut. Karen lahan itu sangat potensial untuk tanaman pangan sehingga Pemerintah pusat bisa mempertimbangkan perubahan statusnya,” Tutup Asissten II tersebut. (Dez)