BERAU, LENSAKU – Dinas Pendidikan (Disdik) Berau terus mengupayakan Bahasa Banua masuk sebagai muatan lokal (mulok) pada kurikulum pendidikan. Pihaknya pun tengah menggarap revisi Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Berau Nomor 31 Tahun 2011 tentang Sistem Penyelenggaraan Pendidikan di Kabupaten Berau.
Sekretaris Dinas Pendidikan, Suprapto membenarkan hal tersebut. Sebagai bentuk upaya, pihaknya pun sudah mengajukan revisi dari Perda Berau Nomor 31 Tahun 2011 kepada DPRD Berau. Menurutnya, alasan untuk mengubah payung hukum awal yang digunakan oleh satuan tingkat pendidikan itu lantaran aturan tersebut sudah tertinggal dari aturan-aturan diatasnya.
“Makanya, kami usulkan poin baru tentang sistem penyelenggaraan pendidikan. Alhamdulillah, sudah dibahas mulai awal tahun ini dan sudah mendekati penyempurnaan paripurna,” tuturnya, Kamis (7/7).
Suprapto menerangkan, poin – poin yang akan dimuat pada perubahan Perda 31 Tahun 2011, salah satunya adalah mengenai kelanjutan mulok Bahasa Banua dalam kurikukum pendidikan Berau. Melalui perda perubahan itu, ditargetkan pembelajaran bahasa daerah dapat digalakkan.
“Dari perda itu nanti akan kami turunkan lagi, karena saat ini kami masih buat payung hukumnya, yakni dari perda itu. Kemudian, baru kami turunkan lagi melalui peraturan bupati (Perbup),” terangnya.
Suprapto memastikan, draft rancangan perubahan perda tersebut sudah final dan dalam waktu dekat regulasi itu dapat ditetapkan. Namun, dirinya belum dapat memastikan terkait penjadwalan pandangan akhir fraksi maupun penetapan itu.
“Tapi, kami sudah melakukan pembahasan bersama Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) DPRD Berau, terakhir pada Rabu (6/7) kemarin. Alhamdulillah, kami sudah sinkron satu sama lain. Mungkin menunggu penjadwalan dengan penetapan perda lainnya yang masih dibahas,” katanya.
Upaya mengenai pembelajaran Bahasa Banua sebagai mulok dalam kurikulum pendidikan Berau, sebenarnya sudah ada payung hukumnya yakni Perda Berau Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Perlindungan dan Pelestarian Bahasa Banua dan Kebudayaan Berau. Namun, dalam regulasi itu belum menjelaskan secara spesifik tentang penerapannya dalam sistem pendidikan. Selain itu, perda tersebut juga belum ada regulasi turunan yang mengatur secara teknis pemakaian Bahasa Banua.
Menurut Ketua Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) DPRD Berau, Jasmine Hambali mengungkapkan, perubahan Perda 31 Tahun 2011 dikarenakan payung hukum itu tidak dapat mencakup kegiatan-kegiatan pendidikan di Kabupaten Berau. Jasmine pun mengaku, dengan revisi payung hukum itu, maka Dinas Pendidikan mempunyai celah untuk mengupayakan Bahasa Banua sebagai muatan lokal di sekolah.
“Paling tidak dapat dipelajari pada tingkatan SD dan SMP. Jadi, Bahasa Banua adalah salah satu dari pasal raperda perubahan itu. Tetapi tidak mengatur secara rinci, melainkan secara umum dan itu sudah ditentukan,” ujarnya.
Jasmine pun tetap mengklaim, payung hukum itu tetap membutuhkan aturan rinci sebagaimana diatur dari peraturan bupati (Perbup). Dirinya pun berharap, dengan adanya revisi perda pendidikan ini, dapat saling dapat dikawinkan dengan perda budaya yang sudah ada sejak 2018 itu.
“Tapi, kembali lagi dari perbup yang mengatur penjelasan teknis termasuk sistem penggunaan Bahasa Banua, seperti pemberian kamus oleh dinas terkait atau sebagainya,” pungkasnya. (*/CTN)